PEMENUHAN NAFKAH ISTRI DAN ANAK OLEH SUAMI YANG MELAKSANAKAN KHURUJ DALAM PERSPEKTIF HUKUM KELUARGA ISLAM (Studi Pada Jama’ah Tabligh Kota Bandar Lampung)
Abstract View: 63, PDF Download: 792DOI:
https://doi.org/10.32665/almaqashidi.v5i2.1325Keywords:
Livelihood, Khuruj and Jama’ah TablighAbstract
Khuruj, yakni keluar dari rumah ke rumah, dari kampung satu ke kampung yang lain dan bahkan keluar negeri dengan tujuan untuk mendakwahkan agama. Konsep Khuruj dalam aplikasinya terdiri dari tiga tahap, yakni 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, dan 4 bulan sekali dalam seumur hidup. Ketika dalam masa berdakwah atau khuruj suami meninggalkan istri dan anak-anaknya tetapi kewajibannya sebagai kepala rumah tangga harus tetap terpenuhi salah satunya adalah kewajiban memberikan nafkah terhadap keluarganya. Peenelitian ini mengkaji bagaimana pemenuhan nafkah istri dan anak oleh suami yang melaksanakan khuruj dalam perspektif hukum keluarga islam (studi pada jama’ah tabligh kota bandar lampung)”. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field Research) yakni dilaksanakan di Kota Bandar Lampung diantaranya daerah Labuhan Ratu, Kampung Baru Raya, Gedung Meneng Raja Basa, dan Tanjung Raya Kedamaian. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah keterangan dari wawancara Orang yang bersangkutan dalam hal ini informan dan responden dari bagian jamaah tabligh. Sumber data sekunder yang bersifat membantu atau menunjang dalam melengkapi serta memperkuat data. Hasil penelitian, Praktik mengenai pemenuhan nafkah dari suami selama mereka khurūj, sebagaian besar informan menyatakan terpenuhi dengan baik, karena memang para suami mereka mengatur keuangan sangat baik yaitu dengan menabung penghasilan selama belum sampai waktu khurūj yang kemudian dipakai dikemudian hari saat tiba saatnya khurūj untuk biaya dakwah dan keperluan istri. Di lain sisi ada juga istri yang bekerja sehingga tidak merasakan kekurangan saat suami keluar untuk berdakwah. Kemudian ada yang menyatakan kurang terpenuhi dengan alasan karena memang penghasilan keuangan suaminya yang tidak seberapa. Namun, hal tersebut bukan menjadi penghalang dakwah suami, karena para istri tersebut dengan ikhlas ditinggalkan untuk berdakwah walau nafkah yang diberikan pas-pasan. Namun, ada program para istri anggota jama’ah tabligh yang lain untuk memberikan bantuan dan sumbangan bagi para istri yang suaminya sedang khurūj dan terbilang kurang mampu. Sehingga dapat meringankan beban mereka. Perspektif hukum Islam terhadap pemenuhan nafkah istri dan anak oleh suami yang melaksanakan Khuruj adalah telah sesuai karna suami dalam hal ini telah menunaikan kewajibannya dalam memberikan nafkah kepada istri dan anaknya tersebut sebagai kewajibannya yakni untuk melindungi jiwa (Hifdz Nafs), namun demikian istri juga dituntut untuk bisa mengatur urusan rumah tangga, menjaga harta suami dan menjaga kehormatan dirinya dan isteri wajib menjaga diri serta mendidik anak sesuai ketentuan Al-qur’an dan Hadits.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 Al Maqashidi : Jurnal Hukum Islam Nusantara
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.