DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP HAK-HAK ISTRI PASCA CERAI TALAK RAJ’I

Abstract View: 464, PDF Download: 0 PDF Download: 543

Authors

  • Burhanatut Dyana INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI BOJONEGORO
  • Agus Sholahudin Shidiq Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri

DOI:

https://doi.org/10.32665/almaqashidi.v2i1.860

Keywords:

Cerai Talak Raj’i, Nafkah Iddah, Mut’ah, Ex Officio

Abstract

Penelitian ini menganalisa dua putusan hakim yang berbeda dalam memberikan hak-hak istri pasca perceraian akibat cerai talak raj’i, yaitu putusan hakim Pengadilan Agama Tuban No. 1781/Pdt.G/2014/PA. Tbn yang menghukum suami untuk membayar hak nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan istrinya dan putusan hakim Pengadilan Agama Bojonegoro No. 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn yang tidak meghukum suami untuk membayar hak istri pasca peceraian walaupun perceraian ini terjadi atas kehendak suami. Studi ini memberikan gambaran bahwa dalam memutuskan suatu perkara seorang hakim dituntut harus mengetahui sebab musabab terjadinya suatu perkara, baik itu berdasarkan atas keterangan penggugat, tergugat, saksi dan bukti pada saat persidangan. Nafkah iddah dan nafkah mut’ah secara teori merupakan hak mantan istri akibat cerai talak raj’i, namun dalam kasus tertentu kedua hak ini bisa jadi tidak didapatkan oleh mantan istri akibat ketidaktahuan istri terhadap hak tersebut. Ketika mantan istri tidak mengambil haknya, maka hakim dapat menggunakan hak ex officio yang dimilikinya untuk menguhukum suami agar menunaikan hak mantan istrinya (nafkah iddah dan mut’ah) berdasarkan Pasal 41 huruf (c) UU Perkawiman No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam.

Downloads

Published

2019-08-02
Abstract View: 464, PDF Download: 0 PDF Download: 543